Laman

Kamis, 15 Juli 2010

Kiblat Berubah....! Indonesia Mengarah ke Barat Laut

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) merevisi fatwa Nomor 3 Tahun 2010 , tentang arah kiblat Masjid di Indonesia yang ternyata keliru. Jika selama ini pemahaman umat Islam kebanyakan bahwa kiblat Indonesia menghadap ke barat ternyata tidak sepenuhnya akurat. Setelah melalui kajian bersama beberapa pakar ilmu falak dan astronomi, arah yang ditentukan MUI (kiblat lurus ke Barat) ternyata justru menghadap ke Afrika, Somalia Selatan, Kenya dan Tanzania.

"Karena itu kami merevisi dan memberikan imbauan kepada seluruh umat Islam di Indonesia agar membenahi pemahaman tentang arah kiblat ini," ujar Ketua MUI, KH Ma"ruf Amin di Jakarta kemarin (15/7).

Derajat kemiringan kiblat, kata Ma"ruf, bervariasi untuk masing-masing wilayah. Namun, nominal derajat variasi itu sangat kecil. Karena itu, demi ketepatan arah MUI berkoordinasi dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) baik di pusat maupun di daerah untuk membantu apabila pengurus masjid hendak membetulkan arah kiblat. Namun, Ma"ruf mengatakan, tidak semua masjid di Indonesia memiliki arah kiblat yang miring. "Hanya masjid yang memang kiblatnya tidak betul supaya ditera ulang. Yang merasa sudah benar ya tidak perlu," kata dia.

Bagi pengurus masjid yang hendak melakukan tera ulang arah kiblat dapat dilakukan secara manual di masing-masing wilayah mulai Rabu- hingga Sabtu (14-18 Juli) pekan ini pada pukul 16.27 WIB. Daerah mana pun yang mampu menerima sinar Matahari pada jam itu dapat melakukan tera ulang arah kiblat dengan panduan bayangan sinar matahari. "Arah lawan bayangan itulah dimana kiblat berada karena pada jam itu posisi Matahari tepat berada di atas Kakbah," sambung Sekretaris MUI, Asrorun Niam.

Letak Matahari pada jam itu atau pukul 12.27 WAS (Waktu Arab Saudi) tepat berada di atas Kakbah karena itu panduan tera dengan bayangan matahari itu berlaku di seluruh dunia. Jika pada bagian Indonesia tengah dan timur pada waktu itu masih bisa menerima Matahari, maka masjid-masjid di daerah itu bisa melakukan tera ulang dengan toleransi kurang lebih 5 menit."Kalau mau sangat tepat adalah 16 Juli (hari ini, Red) dengan waktu toleransi H-2 sampai H+2 juga masih akurat. Toleransi waktu plus minus 5 menit masih akurat," kata dia.

Dalam ilmu falak atau astronomi hari itu disebut dengan yaum rashdil qiblah atau diartikan secara harafiah hari untuk mencocokkan arah kiblat. Langkah itu, menurut Ma"ruf adalah ijtihad sederhana untuk menentukan arah kiblat. "Yang paling penting seandainya arah masjid kurang pas, tidak perlu membongkar masjid. Saya tekankan, tidak perlu membongkar bangunan hanya tinggal menggeser saja sajadahnya atau arah shaf," ungkap dia berkali-kali.

Asrorun menambambahkan MUI memang mengeluarkan fatwa mengenai arah kiblat sebagai salah satu syarat sah salat bagi umat Islam. Setelah fatwa tersebut direvisi, MUI mengimbau semua pihak mengikuti posisi tersebut. Alasan penetapan posisi arah kiblat ini agar salat umat Islam tidak jauh dari Kakbah. Dia memastikan, gempa dan tsunami yang terjadi di Indonesia tidak mengubah posisi fatwa tersebut.

Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Jamaludin menambahkan, isu bahwa terjadi pergeseran arah kiblat akibat gempa dan tsunami dan adanya pergeseran lempengan bumi tidak benar. Melencengnya arah kiblat tidak dipengaruhi oleh pergeseran lempeng bumi akibat gempa. Alasannya, rentang pergeseran antara Indonesia dengan titik kiblat itu sebesar 140 sentimeter. Jika pergeseran hanya 7 sentimeter itu tidak ada artinya."Jadi butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa bergeser sesuai rentang itu," kata dia.

Dia mengatakan, dari kacamata ahli astronomi metode pengukuran itu dibenarkan. Karena asumsinya pergeseran hanya terjadi di bangunan masjid saja."Karena itu, yang harus diubah hanya arah pada saat salat," pungkasnya. (zul)
Peta Palembang

Lihat Peta Lebih Besar

Lihat Peta Lebih Besar